Sabtu, 03 Agustus 2013

NILAI KEHIDUPAN

Rasulullah SAW bersabda : Laa yatamaanayanna ahadukum al mauta min qabli an ya’tiya walaa yad’uu bihi illa an yatiqaa bi’amalih (jangan sekali-kali kamu berharap untuk datangnya kematian sebelum waktu itu sendiri telah datang, dan jangan berdoa untuk mati, kecuali dia sudah yakin dengan amal yang cukup untuk bekal hidup sesudah mati). Dari hadis tersebut dapat kita uraikan, bahwa dalam hidup di dunia ini hendaknya : Pertama, melakukan perbuatan-perbuatan yang memberi manfaat bagi kehidupan dirinya untuk hidup sesudah mati. Rasulullah SAW bersabda : Alkais man daana nafsahu wa’amila lima ba’dal mauti (Orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa menghitung-hitung dirinya dan mampu menundukkan hawa nafsunya, dan melakukan yang bermanfaat bagi dirinya untuk hidup sesudah mati). Dengan demikian kita diajarkan untuk sebisa mungkin untuk memiliki umur yang panjang, tetapi dipergunakan untuk beramal dan beribadah. Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah siapa yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya”. Semakin panjang umur seseorang, semakin berkualitas amal ibadahnya, maka semakin baik bagi dirinya.

‘An Jabir bin Abdillah mengatakan : inna baqaa’al muslim fi kulli yaumin ghonimah, li adaail faraaidhi (sesungguhnya berlangsungnya hidup bagi mukmin setiap harinya adalah kekayaan, untuk melaksanakan ibadah-ibadah fardhu). Maka, cinta kematian bisa berarti mencintai amal ibadah di dunia ini, agar memberi manfaat bagi dirinya untuk hidup kelak setelah mati. Umar bin Abdul Aziz, dalam dalam salah satu ceramahnya mengatakan kepada hadirin : “Kalian semua sesungguhnya tidak diciptakan untuk tidak ada, kalian sesunggunya diciptakan oleh Allah untuk kekal selamanya, hanya saja kehidupan dan keberlangsungan kalian berpindah dari alam satu ke alam yang lain”. Dari alam arwah, ke alam kandungan, lalu ke alam barzah, kemudian ke alam akhirat. Maka, sesungguhnya manusia tidak pernah mengalami kematian yang haqiqi. Kedua, jadikanlah cinta kematian, orang-orang yang meyakini aku adalah utusanMu, dan Engkau adalah Tuhan yang benar. Maksudnya, memang nyata-nyata orang menginginkan kematian, ingin segera mengakiri kehidupan di dunia ini.

Ada sebuah riwayat yang menyatkan : Suatu hari Nabi Ibrahim didatangi oleh malaikat Izrail yang bertugas mencabut nyawa. Ketika itu Ibrahim sempat bertanya : Wahai malaikat, apakah engkau akan mencabut nyawa kekasih Allah? Saya adalah kekasih Allah. Izrail melapor kepada Allah : Ya Allah, Ibrahim bertanya apakah aku berani mencabut nyawa kekasihMu, apa yang harus aku jawab ya Allah? Jawablah kepadanya : Wahai Ibrahim, apakah seorang kekasih tidak akan mau bertemu dengan sang kekasihnya? Apakah seorang kekasih, enggan bertemu dengan kekasihnya? Jawab Ibarahim : “Tentu sang kekasih akan senang bertemu dengan kekasihnya”. Karena itu ya Ibrahim, khalilullah, saya mencabut nyawa ini justeru dengan tujuan kamu segera akan bertemu dengan sang kekasihmu. “jelas malaikat Izrail. Bagi orang-orang tertentu yang sudah cukup amal ibadahnya, yang sudah merasa benar sudah melakukan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, maka harapannya adalah segera bertemu dengan Allah. Dan menganggap, bahwa dunia itu adalah penjara bagi dirinya. Rasulullah SAW bersabda : Ad dunnya sijnul mu’min, faidza faraqad dunya, faraqas sijna (dunia adalah penjara bagi orang beriman, jika berpisah dengan dunia, maka sama juga lepas dari penjara). Hadis ini mempunyai makna bahwa seorang mukmin semasa di dunia dikendalikan oleh aturan-aturan tertentu, ada batas-batas tertentu, maka ketika ia melakukan dan menjalankan ini semuanya dengan iklas dan sadar bahwa semua yang dilakukan di dunia ini merupakan bekal di akhirat nanti. Setelah berpisah dengan dunia ini, maka di situlah dia mengalami kebebasan, tidak ada aturan-aturan lagi, dia akan bergerak bebas, untuk menikmati kebaikan yang di tanam selama di dunia.

Salah satu kenikmatan yang dijanjikan oleh Allah bagi mereka yang di alam barzah sebagaimana dijelaskan dalam surah An Nisa’ : 69-70 yang maknanya : Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. 70. yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.

Maka, bagi orang-orang tertentu dengan umur yang pendek, justeru itu merupakan kenikmatan tersendiri bagi dirinya. Rasulullah SAW umurnya tidak panjang dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain. Bagi Rasulullah, pertemuan dengan Allah adalah sesuatu yang lebih nikmat. Sehingga suatu saat, menjelang akhir wafat beliau sempat memberi nasehat kepada sahabat-sahabatnya : “Barangkali setelah ini saya sudah tidak bisa lagi bertemu dengan kalian”. Maka sahabat-sahabat menangis, mendengar kata-kata itu, karena merasa akan kehilangan, ketakutan tidak akan bisa ketemu lagi dengan Rasulullah SAW. Lalu turunlah surah An Nisa’ ayat 69-70 tersebut. Al mar’u ma’a man ahabbah (siapapun akan bersama orang yang dicintainya). 

http://www.masjidalakbar.com (KH Ilhamulloh Sumarkan, M.Ag)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar