Detik-detik
peringatan proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia yang ke 68 masih beberapa hari lagi. Prosesi peringatan itu sendiri sebenarnya
sudah dapat kita perkirakan mulai dari awal sampai akhir sebagaimana
lazimnya tata cara dan prosedur upacara
peringatan hari besar nasional. Mulai dari tingkat nasional sampai ke perdesaan
di seluruh pelosok nusantara.
Menyongsong
peringatan HUT RI ke 68 tersebut, tak ada salahnya kita renungkan kembali makna
kemerdekaan itu sendiri. Mengambil makna kemerdekaan dari tahun ke tahun akan
menjadi motivasi bagi segenap bangsa Indonesia untuk membangun Indonesia yang
lebih sejahtera.
Indonesia
memang sudah merdeka 17 Agustus 1945, 68 tahun yang silam. Kemerdekaan
Indonesia diproklamirkan oleh dua tokoh nasional, Sukarno-Hatta atas nama
bangsa Indonesia. Waktu 68 tahun bisa dikatakan usia satu generasi jika
dimisalkan usia manusia Indonesia rata-rata selama itu. Namun belum cukup
rasanya untuk memulihkan sendi-sendi kehidupan bangsa dari keterpurukan.
Diakui
memang, masing-masing kita sebagai warga Negara Republik Indonesia, memiliki
penghayatan masing-masing terhadap kemerdekaan yang sudah kita peroleh. Kita
memang sudah bebas dan merdeka dari penjajahan fisik oleh bangsa asing.
Kemerdekaan
itu adalah hak semua bangsa di dunia. Hal ini tertuang dalam alinea pertama
pembukaan UUD 1945. Segala bentuk penjajahan harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Penjajahan itu kejam dan
melahirkan penderitaan lahir dan batin. Inilah yang diperjuangkan oleh pahlawan
pejuang bangsa untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing.
Kini, sudah
68 tahun Indonesia merdeka. Kata kakek dan nenek, kemerdekaan itu tidak
diperoleh dengan mudah melainkan pengorbanan harta benda dan nyawa. Itu demi
kemerdekaan bangsa dan tanah air dari belenggu penjajahan. Ketika Indonesia
sudah merdeka, masih adakah penjajahan dan segala bentuk imperialisme gaya baru
lainnya yang membelenggu negeri ini?
Yang menjadi pertanyaan, sudah
sepenuhnyakah kita merdeka? Bapak proklamator dan pejuang bangsa ini tentulah
sangat tidak menginginkan negara kita seperti sekarang. korupsi dimana-mana
adalah bentuk lain dari penjajahan oleh pemimpin kepada rakyatnya. begitu juga
dengan penjajahan peradaban oleh media dengan tayangan yg tidak mendidik dan
mengajarkan pola hidup materialistis dengan mempertontonkan sinetron kacangan
demi mengejar rating.
Penjajahan
itu barangkali, tidak lagi secara fisik melainkan penjajahan ekonomi, sosial
dan budaya, serta sektor-sektor lainnya yang sering tidak kita sadari. Kalau
begitu, di samping mengisi kemerdekaan dengan kegiatan pembangunan, kita juga
berjuang untuk melawan berbagai bentuk penjajahan terhadap sendi-sendi
kehidupan bangsa. Semoga Indonesia makin jaya. Dirgahayu Republik Indonesia ke
68.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar